Latest Movie :

Pokerfest

Blue Fire Pointer

Find us on facebook

Recent Movies

Translate

Cerpen

      Karya remaja, cerpen di bawah ini adalah asli karya ku. Ada yang aku ambil dari kisahnyataku lho. jika ada aktu luang, aku slalu mengisi dengat membuat cerita. Meski belum terlalu banyak tapi lumayanlah bagi pemula. Dan jika teman-teman ingin mengirim cerpen kalian,tulis aja di komentar ya. Berikut beberapa cerpenku :



Undangan Debu

Undangan Debu
Karya dari : Risma Winata Sari

 

“Bagusnya seperti apa ya pa?” ku panggil mesra tunanganku saat kita berdiskusi masalah model undangan pernikahan yang akan kita pilih. Satu persatu-satu ku lepaskan contoh undangan yang memenuhi genggaman tanganku sambil menentukan pilihan. Tak lama kemudian, tanganku menahan salah satu contoh model undangan di tangan sambil ku tunjukan kepadanya.
“model ini bagus g pa? ada fotonya juga” saat ku tunjukan, kulihat dahinya yang putih itu mengerut seperti ada yang sedang memenuhi otaknya yang super imaginative itu, dengan sesekali pandangan matanya yang tajam di buang kearah undangan yang ku perlihatkan kepadanya, dengan sedikit memainkan alisnya dan sambil berkata “Bagus..”
Mungkin dia g setuju dengan pilihanku, mungkin juga dia g enak kalau mau bilang g bagus sehingga yang di lontarkan kepadaku hanya satu kata saja. Ya sudahlah ku ganti topik pembicaraan saja, mungkin dia baru tidak ingin membahas masalah undangan, fikir ku dalam hati mencoba mengalah.
Hari ini langit terlihat cerah tidak seperti biasa, dengan hiasan mega yang memanjakan pandanganku. Cahaya yang masuk dari celah-celah atap rumah menyentuh kulitku yang dari tadi ku oleskan lotion, maklumlah atap rumah ku belum terpasang kernit sehingga cahaya lebih mudah masuk.
Dari sisi pojok ruang tamu, ku lihat tunanganku yang dari tadi duduk di kursi kayu masih sibuk menghisap rokoknya sedangkan asbak diatas meja telah terisi lima putung rokok yang hanya sisa busa.
Sayang kalau hari secerah ini disia-siakan dengan berdiam diri dirumah, mungkin jalan kepantai lebih mengasyikkan fikirku. Tanpa berfikir panjang, aku mendekatinya sambil menepukkan tanganku kearah pundak yang berlapis kain kotak-kotak itu dan mengajaknya untuk pergi jalan keluar.
“Kita keluar yuk pa, jalan ke Pantai atau kemana gitu, numpung hari ini lagi cerah nih. Yukkkk…” ku manjakan nada bicaraku sambil ku kedipkan mata nakalku kepadanya.
“Yuk yuk yuk…”
Ya begitulah sikap kita, selalu serba manja kalau menginginkan sesuatu. Kayaknya dia juga terbiasa dengan sikap manjaku, buktinya setiap keinginanku hampir tidak pernah di tolaknya, mungkin juga karena dia terlalu sayang, fikirku sambil sedikit kuiringi dengan senyuman.
***
Hari ini memang cerah, panas matahari sudah mulai menembus tubuhku meskipun sudah memakai jaket, namun tetap saja si supra 125 melejit siap mengantar kita sampai ketujuan. Perjalanan dari rumahku kearah pantai memang lumayan jauh, hampir memakan waktu satu jam perjalanan, jauhnya perjalanan sepertinya tak terasa jika perjalanannya sama si mas pacar. Ya seperti itulah kata orang-orang, tapi ternyata benar juga satu jam seperti semenit rasanya.
***
Kedua tangan yang sedari tadi memegang setang motor, sesekali menunjukan aksi-aksi jailnya. Tiba-tiba tangan kirinya lepas dari setang sembari menunjuk ke salah satu arah, entah apa yang dimaksud aku belum mengerti. Ku coba mencari tahu apa yang dia maksud, “kenapa pa?” tanyaku kepadanya sambil menjulurkan kepalaku kearah muka kirinya.
Entah apa yang dipikirkannya, pertanyaan yang ku lontarkan kepadanya belum juga dapat jawaban. Selang jarak sekitar lima kiloan, tangan kirinya mengangkat menunjuk lagi kesalah satu arah. Kali ini telunjuknya yang mengacung diiringi dengan pertanyaan yang ditujukan padaku. “ini apa ma?”
Sekilas pertanyaan yang singkat membuatku harus sigap menanggapi apa yang ditunjukkannya. Ku lihat ada salah satu tanah kosong yang luas disebelah kiri jalan baru saja terlewati, karena kecepatan mengendarai motor membuat objek lebih cepat hilang dari pandangan. Mungkin dia ingin menunjukan tanah kosong kepadaku atau mungkin ada sesuatu yang ada ditanah kosong itu yang ingin ditunjukannya kepadaku.
“tanah kosong ya?” aku coba menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadaku, meskipun aku juga belum yakin dengan jawabanku sendiri.
Sepertinya jawabanku memang salah, kulihat dia hanya memberikan sedikit senyumnya tanpa memberikan keterangan apa-apa, mungkin memang jawabanku salah. “Huft…….” Kuhela nafas panjang sambil memalingkan mukaku kearah kiri.
***
Perjalanan menuju pantai mungkin tinggal seperempat perjalanan, kali ini garis-garis marka yang berjejer seakan menyambut kedatangan kita. Begitu pula panas matahari seakan memberikan ucapan selamat untuk perjalanan yang tidak lama lagi. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera sampai pantai.
 Beberapa menit kemudian, dengan tangan yang masih memegang stang supra 125 hitam tiba-tiba dia mengulang lagi tingkahnya. Tangan kirinya diangkat, diarahkan telunjuknya kearah kiri dengan berkata “lihat ini ma”.
Tak ingin mengulangi kesalahan menjawab pertanyaannya, akupun memerhatikan yang ditunjukkannya kepada ku dengan teliti. Mulai dari arah yang ditunjukkannya kepadaku, ku lihat itu gedung sekolah yang direnovasi, aku yakin telunjuknya mengarah kegedung itu. Aku berfikir kenapa papa menunjuk kearah gedung itu, ada apa dengan gedung itu?? Rentetan pertanyaan mulai melambaikan tangan ke gedung yang mulai menjauh dari pandanganku.
Saat dia mengembalikan tangannya keposisi semula, posisi memegang stang motornya, tiba-tiba aku baru teringat dengan telunjuk yang tadi diarahkan kekiri. Telunjuknya tidak mengarah kearah satu titik, meskipun benar telunjuknya mengarah kekiri tapi dengan perlahan telunjuknya melengkung kebelakang. Bagaimana bisa menunjukkan sesuatu tapi arah yang ditunjukannya tidak tetap. Tapi tak lama kemudian aku menyadari apa yang ditunjukkannya kepadaku. “papaaaaaaaaaaaaaa… “ kusentakkan suara manjaku kearahnya sambil memberikan sedikit colekan kearah perut berlemaknya.
Ku lihat dia nyengir dengan sedikit menundukkan kepalanya kebawah. “kenapa ma?”
“hiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiihhh… jail banget sih, kenapa mama yang ditunjuuukk..” kutunjukkan gregetanku kepadanya dengan mencolek-colek lagi perutnya yang berlemak. Serentak juga dia seperti ular hamil yang bergoyang diatas motor, “kali ini dia harus ngrasain jailnya aku juga” fikir ku.
“kenapa sih ma? Jangan di glelitikin, geli banget ini loh.” Berontaknya sambil menahan ketawanya yang dari tadi terlanjur terlepas.
“Dari tadi mama tuh mikir loh, kirain kan gedung-gedung tadi yang ditunjuk papa, eeeeeeeeeeeeeehh… malahan jarinya bengkok kebelakang. Hiiiiiiiiiiiihh…”
“Ya habisnya dari tadi mama diem terus sih, ya papa iseng-isenglah”
“Kayaknya sekarang papa sudah puas deh ngerjain mama, sudah bikin mama bekerja keras mikirnya”
“Hahahahaha… manyunnya itu lo bikin kangen, jadi bawaannya pengen bikin manyun terus itu bibir”
Raut mukaku mulai memerah mendengar perkataan yang diucapkan papa kepadaku, dengan senyum ku yang memanja dan tanpa berkata apa-apa, langsung kusembunyikan mukaku kepunggung lebar yang ada di depanku karena malu.
***
Terlihat ombak kecil yang menyapu pasir putih, dengan angin pantai sudah mulai mengusir panas. Kulihat nelayan yang mengangkat jaringnya dari dalam air, mungkin dia sedang bersenang hati karena tangkapan ikan hari ini banyak.
Hembusan angin pantai membuat tubuh ku mulai lengket, terik matahari yang tersapu angin menghela ujung jilbab yang ku slempangkan dipundak kiri. Aku dan tunanganku duduk di atas tikar dibawah rindaangnya pohon kresem. Ku pandangi setiap sisi pantai, dari arah selatan kulihat dua musisi cilik mulai mendekat, dengan penuh semangat salah satu mereka mengayunkan sisa-sisa lempengan tutup botol yang terpaku di kayu sedangkan yang satunya terlihat malu-malu membawa kaleng kosong yang masih tertempel Frisian flag dibagian luar.
“syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah, tetap jalani hidup ini tuk lakukan yang terbaik….” Sautan nyanyian merdu si kecil membuatku harus sibuk memerhatikan mereka dengan seksama.
Uang receh yang dimasukkan papa kedalam kaleng membuat mereka berhenti menyanyi.
“yaaaaahh… seharusnya dibiarin dulu pa, biarin adeknya nyelesaiin nyanyinya dulu.”
“kasihan ma, biar dia dapet dari yang lain juga”
Ada benarnya juga apa yang dikatakannya kepada ku, mungkin juga aku belum bisa menghargai usaha orang. Saat melihat si musisi kecil mulai menjauh dari hadapan ku, tiba-tiba papa berkata kepadaku dengan muka masih menghadap kedepan, aku langsung sigap menanggapinya.
“nanti papa pingin undangannya ada gambar karikatur nya kita, jadi kepalanya yang masih sama cuma tubuhnya di perkecil, nanti kita disitu naik vespa, trus ayah mama berusaha mengejar kita, hihihi…. Lucu kan, unik lagi. Ntar juga dikasih gambar dua pulau, trus masing-masing ditaruh gambar karikatur, nanti juga ada gambar kita yang di pertemukan, trus baru deh boncengan dengan vespa sedangkan ayah mama ngejar dari belakang. Hahahahhaa… lucukan.” Imaginasinya mulai menggelitik konsentrasiku.

POKERFEST

























































 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kenanganku di SMA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger
- See more at: http://tutorialseo-blog.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-halaman-123-page-number.html#sthash.MSFpTj1q.dpuf