Allahuakbar….Allahuakbar….Allahuakbar….
Suara
takbir melengkapi keindahan mala mini, yang menandakan esok adalah hari raya
Idul Fitri. Dengan penuh semangat aku bersiap-siap untuk pergi takbiran di
masjid. Sesampainnya di depan masjid, terdengar suara orang memanggil namaku “Git, ayo kesini” begitu kiranya.
Ternyata itu suara temanku yang bernama Dedi
memanggilku. Aku pun menghampiri dia dan bertanya “ada apa memanggilku?”. “Kamu
punya rencana tidak untuk pergi berkunjung ke rumah Bu Ambar” kata Dedi.
“Aku dan Yus rencananya ingin pergi,
tapi aku tak tahu pasti rumah Bu Ambar”
sambungnya. “Kamu pasti tau kan rumahnya Bu
Ambar Git?” Tanya Dedi kepadaku.
Dengan tersenyum aku menjawab “tentu saja aku tahu”,”OK, kalau begitu Idul
Fitri kedua kita pergi ya!!!” kata Dedi.
“OK, tenang aja” jawabku dengan santai. Kami pun pergi masuk ke masjid untuk
takbiran bersama-sama.
Hari
yang din anti pun tiba, Dedi & Yus sudah
menungguku di depan rumahku. Aku pun bergegas keluar untuk menghampiri mereka.
Kami berangkat naik sepeda, aku berboncengan dengan Yus, sementara Dedi memakai
sepeda sendiri. Dengan penuh semangat, kami mulai menggayuh sepeda dan
mengawali petualangan kami di hari itu.
Baru
saja setengah perjalanan, tetapi musibah telah menghampiri kami. Lebih tepatnya
di dekat pabrik keramik ban sepedaku meletus “DUAAAR”. Kami kebingungan karena tidak ada tempat tambal ban yang
buka. Kami cari dan terus mencari tapi kami tak kunjung juga menemukan tempat
tabal ban. Dari kejauhan, terdengar suara teriakan Dedi memanggil kami “Woooy, kesini cepat!”. “Ada apa?” tanyaku
penasaran. “Sebaiknya kita sembunyikan aja sepeda kita di dalam bangunan itu”
jawab Dedi sambil menunjuk kearah
sebuah bangunan tua. “Apa kamu yakin mau menyembunyikan sepeda kita di sana”
tanyaku lagi. “Udah ayook, dari pada gak jadi pergi” kata Dedi menarik tanganku.
Kami
pun menyembunyikan sepeda kami dan melanjutkan perjalanan dengan naik bis. Dan
kami sampai di perempatan mayong terus kami lanjutkan lagi dengan naik angkutan.
Huuh lama sekali nunggu angkutan jalan, untung ada segrombolan cewek ikut naik
jadi bisa berangkat juga deh. Di dalam angkot itu ada seorang nenek yang
bertanya kepadaku “mau kemanan nak?”. “Mau berkunjung ke rumah guru nek”
jawabku. “Oh….rumah gurumu di mana nak” Tanya nenek itu lagi “Singaraja nek”.
Nenek itu terus bertanya kepadaku layaknya polisi yang sedang mengintrogasi
penjahatan. “Singarajanya sebelah mana nak” Tanya nenek itu lagi. “Aduh,
rumahnya Bu Ambar kan di tengah
sawah, cara jelasinnya gimana ya,” pikirku. “Ya…. gak tau pasti nek, tapi aku
hafal kok rumahnya guruku itu” jawabku. Haduh ,orang di samping nenek malah
ikut-ikutan mengintro gasiku “lho gimana sih dek, kok malah gak tau pasti” kata
orang itu. “lho kamu gimana sih” cewek-cewek sampingku juga komen ke aku.
Haduuuh, pusing kepalaku.
Jadinya
aku hanya diam tak menjawab dan hanya senyam-senyum doang. Tapi mereka tak
berhenti juga ngomel-ngomelnya. Lebih parahnya lagi, Dedi & Yus juga ikut-ikutan nyalahin aku lagi “lho kamu gimana
sih git” kata Dedi & Yus. “Sialan ni orang, bukannya bantuin aku kok malah
ikut nyalahin akau” pikirku. Sopir angkot itu pun mendengar perdebatan kami,
dan ikut juga mengintrogasiku “kamu ini turun dimana nak”. “Ya….kalo udah
sampai nanti aku turun” jawabku. “Kalo begitu kamu turun dib alai desa aja ya,
nanti kamu Tanya sama orang-orang aja” kata sopir angkot itu. “Dari pada aku
terus terpojok di sini, mendingan aku ikutin aja saran sopir itu” pikirku. “Ya
sudahlah pak, aku ikut saran bapak aja” jawabku.
Dan
kami pun di turunkan di depan balai desa Singaraja. Sejak di turunkan dari
angkot itu, aku terus ngomel-ngomel terutama pada Dedi & Yus “kalian tadi gimana sih, bukannya bantuin ngomong
kok malah ikutan nyalahin aku” kataku dengan nada tinggi. “Hehehehe, maaf git terbawa suasana” jawab Dedi & Yus dengan santainya. “Kalau
mereka bukan temanku, udah aku tonjok mereka berdua” pikirku. Dari kejauhan aku
melihat sebuah rumah yang nampaknya itu adalah rumah Bu Ambar. Ternyata aku benar, kami pun langsung bergegas menuju
rumah itu.
Aku
pikir, ketika sampai di rumah Bu Ambar
kesulitanku bakalan hilang, ternyata aku salah besar. Bu Ambar malahan tidak ada di rumahnya, “haduuh, udah capek-capek
datang kesini, yang di cari malah tidak ada di rumah” kataku kecewa. “Udah git, kita istirahat aja dulu di sini
sambil nunggu Bu Ambar pulang” kata Dedi. “Iya git, siapa tahu nanti Bu Ambar sudah pulang” sambung Yus.
Kami
pun duduk di teras rumah Bu Ambar
untuk menghilangkan letih. Sesekali kami pun bercanda sambil main kejar-kejaran.
Uhhh, tak terasa sudah 30 menit kami menunggu tapi Bu Ambar belum juga pulang. “Udah, ayo kita pulang aja yuk”
ajakku”ayolah, aku juga sudah bosan menunggu” jawab Dedi. Kami berniat mencegat angkot, tapi tak ada satu pun angkot
yang lewat “kita nebeng aja yuk” saranku. “OK, tapi kamu ya yang menghentikan
kendaraannya” Tanya Yus ”OK”
jawabku. aku pun melambaikan tanganku ketika ada truk atau sejenisnya. Ada satu
kendaraan yang mulai berjalan pelan saat itu, kami kira itu mobil yang mau
untuk kami tebengin. Padahal kami sudah senang dan bahkan hamper naikmke bak
mobil itu, eh ternyatavmobil itu mau belok.
Haduuh
malu rasanya, kami pun memutuskan untu berjalan kaki sampai ke perempatan
mayong. Dengan perasaan kecewa, capek, bercampur dengan marah telah menyelimuti
kami saat itu. Entah berapa lama kami berjalan, akhirnya sampai juga di
perempatan mayong. Kami pergi ke kedai dekat pasar untuk membeli minuman.
Setelah minum, kami pun melanjutkan pergi ke pabrik keramik jalan kaki karena
uang kami udah habis. Untung aja sepeda kami masih ada pada tempatnya, kalau
hilang pasti dah aku bakar ini bangunan. Setelah itu, kami berjalan kaki lagi
samapi rumah sambil menuntun sepedaku yang bocor tadi. Sesampainya di rumah aku
langsung pergi ke kamar trus istirahat.
“Tetapi, di balik kesusahan yang
telah kami alami saat itu, kami menemukan sesuatu yang berharaga, yaitu
kebersamaan”
“Meski kesusahan
menimpa kami berkali-kali, tetapi kami berkali-kali juga melawan kesusahan itu
dengan kebersamaan”
Posting Komentar